Rabu, 08 Agustus 2012

DEPOSITO DAN TABUNGAN ADALAH PRODUK BANK


SUARA MERDEKA .Kasus Koperasi SS

Pengurus Harus Bertanggung Jawab

SEMARANG- Pengurus Koperasi Sembilan Sejati (SS) tidak dapat begitu saja melepaskan diri dari tanggung jawab atas kerugian koperasi tersebut. Indardi SH dari Divisi Investigasi Semarang Coruption Watch (SCW) menduga, laporan oleh sesama pengurus itu sebagai upaya pelepasan tanggung jawab berkaitan dengan tuntutan deposan/masyarakat atas simpanannya.
Di kantornya, Indardi tidak dapat menyembunyikan keheranannya mengapa hanya Hendrawan (Ketua I Koperasi SS) yang dijadikan tersangka. Menurut dia, sebagian pengurus pun diduga juga pernah mengucurkan pinjaman tanpa prosedur senilai miliaran rupiah. ''Rekening para pengurus yang digunakan untuk transaksi koperasi itu pun semestinya juga disita,'' tandas dia.
Menurutnya, korban yakni para deposan harus dijadikan saksi. Mengingat koperasi tersebut diduga telah menerbitkan surat simpanan berjangka dengan total nilai hampir Rp 100 miliar, maka hal tersebut merupakan tindak pidana perbankan melanggar Pasal 46 jo 16 UU No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1992.
Seperti diberitakan, Hendrawan diduga memberikan pinjaman kepada seorang pengusaha bernama Wijaya di luar prosedur. Akibat perbuatan tersebut, koperasi yang memiliki kantor di Semarang, Juwana, dan Solo itu rugi Rp 55 miliar. Baik Hendrawan maupun Wijaya yang dijerat dengan Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan saat ini berstatus sebagai tanahan Polda Jateng. Sejak berdiri 3 tahun silam, koperasi tersebut diduga berhasil menghimpun dana masyarakat Rp 200 miliar.
Indardi menekankan pentingnya menghadirkan saksi ahli dari Bank Indonesia dan dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah atas kegiatan Koperasi Sembilan Sejati.
Hal senada juga diungkapkan praktisi hukum, A Dani Sriyanto SH. Dani yang juga menerima laporan dari para deposan mengkhawatirkan, jika penanganan kasus tersebut tidak dikembangkan, nasabah tak dapat mengajukan tuntutan pada pengurus koperasi berkaitan dengan pengembalian dana.
Jika penyidikan dikembangkan dari delik penggelapan menjadi delik perbankan, sambung Dani, maka para pendiri dan pengurus koperasi itu dapat dimintai pertanggungjawaban. Dani menduga pendirian Koperasi SS telah menyimpang dari tujuan dan semangat atas keberadaan sebuah koperasi. (H11-29t)

Studi Kasus :

Kenapa Hendrawan dikenai pasal 46 jo UU No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 (UU Perbankan). Karena oleh pihak penyidik dianggap melakukan penggalangan dana seperti produk perbankan tanpa ijin Bank Indonesia, padahal anda semua tahu bahwa induk koperasi dibawah Kementerian Koperasi dan UMKM bukan pada Bank Indonesia, kenapa hal itu dapat diterapkan di Koperasi Sembilan Sejati.

  1. Koperasi SS tidak mencantumkan dibalik warkat simpanan berjangka adalah milik anggota bukan masyarakat umum.
  2. Simpanan berjangka tidak boleh bernama DEPOSITO karena itu merupakan produk PERBANKAN.
  3. Produk Tabungan juga merupakan Produk Perbankan yang istilahnya tidak boleh di terapkan dalam koperasi.
  4. Hal yang digunakan banyak penyidik berwajib adalah celah istilah DEPOSITO dan TABUNGAN merupakan produk Perbankan. Koperasi akan terkena dampak UU No10 Tahun 1998 biasanya apabila terjadi kebangkrutan koperasi yang tidak dapat mengembalikan uang anggotanya. Dan selama proses operasional koperasi berjalan lancar hal semacam ini tidak bisa terlihat dampak dari UU Perbankan tersebut.
  5. Hukuman minimal untuk pelanggaran pasal 46 jo UU No.10 tahun 1998 adalah minimal 5 tahun subsider 6 bulan penjara.
  6. Pasal tersebut adalah : Melakukan penggalangan dana masyarakat tanpa seijin Bank Indonesia (jadi koperasi resmi yang bangkrut sering dianggap bank gelap lalu kalau bank bangkrut dianggap apa?????).
Demikian kiranya masukan dari saya untuk koperasi di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar